Pemilik Jati Borneo Berniat Mengolah Limbah Kayu Jadi Produk Bernilai Ekonomis

TENGGARONG – Pemilik usaha Jati Borneo Suparman berharap dapat memanfaatkan limbah kayu. Pasalnya, limbah tersebut dapat diolah menjadi produk turunan yang bahkan bisa diekspor ke luar negeri.

“Limbah di sini sayang. Padahal, kayu-kayu bagus, tapi belum dimanfaatkan; belum ada yang bisa (memanfaatkannya),” terang dia saat ditemui di tempat usahanya pada Rabu (22/11/2023).

Ia mencontohkan di Pulau Jawa. Limbah kayu dari pabrik mebel dijadikan sebagai produk kerajinan tangan yang dijual dengan harga yang cukup tinggi.

Hal ini berbeda dengan limbah kayu di Kukar yang belum dimanfaatkan. “Sementara ini kan dibuang aja. Sayang betul. Saya melihat itu. Padahal, prospek itu bagus,” ucapnya.

Suparman memiliki konsep untuk memanfaatkan limbah kayu yang dihasilkannya setiap hari yang berasal dari sisa pembuatan produk-produk furnitur.

Namun, ia belum memiliki dana yang cukup untuk membeli alat-alat yang dibutuhkan untuk mengolah limbah kayu tersebut.

Ia menyebut salah satu contoh produk yang berasal dari limbah kayu adalah anyaman tikar.

Di Kalimantan, anyaman tikar berbahan dasar rotan. Namun, tikar tersebut juga bisa dibuat dari limbah kayu.

Limbah kayu sungkai, kata dia, dapat dibuat memanjang menyerupai rotan. Proses pengolahannya bisa dilakukan menggunakan mesin dowel.

Setelah itu, pengrajin bisa menganyamnya menjadi tikar berbahan dasar limbah kayu sungkai. “Menurut saya laku itu daripada dibuangi,” ujarnya.

Suparman menerangkan bahwa banyak produk turunan lain yang bisa dihasilkan dari limbah kayu yang bernilai ekonomis.

“Jadi, jangan sampai ada limbah yang terbuang. Saya sedih melihat kayu yang bagus-bagus di molding itu, kayak kayu ulin, kayak bengkirai, itu kan kayu bagus,” tutupnya. (adv/mt/fb)

Lika-liku Perjalanan Suparman Membesarkan Usaha Jati Borneo

TENGGARONG – Bermodal pengalamannya sebagai tukang dan molding, Suparman bisa menghasilkan semua produk furnitur berbahan kayu asal Kalimantan.

Ia mengawali usahanya yang diberinya nama Jati Borneo pada tahun 2019. Empat tahun berjalan, Jati Borneo kian berkembang seiring pemesan produk furnitur yang kian menjamur di Kaltim.

“Furnitur apa aja. Perabotan rumah tangga yang berhubungan sama kayu itu saya kerjain,” ucapnya saat ditemui di tempat usaha Jati Borneo pada Rabu (22/11/2023).

Sebelum mendirikan Jati Borneo, ia pernah menjalankan usaha molding yang menerima pemesanan pembuatan pintu, kursi, meja dan lain-lain.

Usaha itu telah dijalankannya sejak tahun 1990-an. Ia merupakan orang pertama yang membuka usaha molding di Tenggarong.

Setelah berjalan selama puluhan tahun, ia memutuskan untuk menutup usaha tersebut karena dia mengalami musibah kecelakaan.

“Enggak bisa kerja lagi. Terus aset saya, saya jual semua,” ungkapnya.

Setelah itu, ia memutuskan untuk bekerja dengan orang lain. Kala itu, dia menjaga toko dan membantu istrinya berjualan.

Seiring waktu berjalan, Suparman mendapatkan peluang untuk kembali membuka usaha, yang berhubungan dengan kompetensinya di bidang pertukangan.

Dia memulai usaha tersebut dari nol. Sebelum membeli alat, ia meminjam alat pertukangan dari temannya yang juga berprofesi sebagai tukang. “Pertama itu kan enggak punya alat, minjam teman,” ungkapnya.

Belakangan, Suparman secara perlahan membeli dan melengkapi peralatan-peralatan yang dibutuhkannya untuk menjalankan usaha barunya.

Bermodal kompetensinya sebagai tukang yang dapat membuat berbagai produk furnitur, usaha Jati Borneo pun secara perlahan berkembang.

“Alhamdulillah karena memang sudah ada basic-nya (sebagai tukang kayu). Jadi, enggak terlalu repot lagi. Terus saya bikin kayak kitchen set, lemari segala macam. Nah, itu sudah biasa, enggak belajar dari awal dari nol lagi,” pungkasnya. (adv/mt/fb)